时间:2025-06-03 18:09:37 来源:网络整理 编辑:探索
Warta Ekonomi, Jakarta - Solidaritas Pemerhati Hukum (SPH) melaporkan enam orang hakim ke Komisi Yud quickq快区加速器
Solidaritas Pemerhati Hukum (SPH) melaporkan enam orang hakim ke Komisi Yudisial (KY). Pelaporan ini terkait kasus sengketa hukum pelabuhan Merunda antara PT Kawasa Berikat Nusantara (KBN) dan PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Koordinator SPH Heryanto mengatakan, keenam hakim yang menangani kasus perselesihan sengketa pelabuhan Marunda adalah tiga majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan tiga majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
"Kami melaporkan majelis hakim karena majelis hakim mengabaikan fakta dan bukti-bukti di lapangan," ujar Heryanto di kantor KY, Senin (8/7/2019).
Dia menyebut tiga hakim PN Jakarta Utara adalah Cakra Alam sebagai hakim ketua, Taufan Mandala dan Ronald Salnofri Bya sebagai hakim anggota. Kemudian, hakim di PT DKI Jakarta adalah Muh Daming Sunusi sebagai hakim Ketua, Muhammad Yusuf sebagai hakim anggota, serta Sobandi sebagai panitra.
Baca Juga: Jika Kasasi KCN Ditolak, Negara Bakal Rugi Rp200 M Per Tahun
"Kami melaporkan hakim tersebut karena mereka mengabaikan bukti dan fakta. Yang telah kami kaji bahwa PT KBN yang dibantu para hakim yang menang dalam putusan ini sedang menggali kuburnya sendiri. Sebab PT KBN tidak memiliki sertifikat tanah atau lahan yang diklaim olehnya, yaitu 1.700 meter. Hakim ini mengabaikan terkait saksi ahli dari BPN (Badan Pertanahan Nasional). Yang menjadi poin penting kami, keenam hakim ini yang kami sebutkan," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan anggota SPH Harry Hasbi Asy-Syiddieqi. Menurutnya, dari beberapa fakta, para hakim diduga memenangkan PT KBN hanya mengacu pada Pepres nomor 11/92. Dalam Pepres dimaksud hanya menyebutkan area kerja PT KBN dengan batas-batas sisi laut dan sungai di Utara, Selatan, Timur, dan Barat.
Hal tersebut, kata Harry, dianggap bias dan tidak akurat untuk mengklaim lahan tersebut. Ditambah PT KBN tidak memiliki sertifikat dari BPN. Sehingga hakim terindikasi melakukan perbuatan melawan hukum dengan memutuskan hal yang keliru terhadap kasus tersebut.
"Atas dasar itu, kami Solidaritas Pemerhati Hukum meminta Komisi Yudisial untuk memeriksa para hakim dan juga Direktur Utama PT KBN Sattar Saba dalam waktu dekat," katanya.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska), Andri Zulpianto mengatakan, PT BKN yang menggugat anak perusahaannya sendiri, PT KCN, merupakan kesalahan fatal yang mengakibatkan rusaknya citra investasi dalam negeri. Pasalnya gugatan yang dilayangkan PT KBN kepada PT KCN karena perjanjian investasi antara PT KCN dan Kemenhub yang sudah sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.
"Karena, bagaimana mungkin suatu investasi yang dilakukan pemerintah digugat oleh BUMN yang juga menjadi bagian dari pemerintah dan diatur Undang-Undang serta peraturan yang berlaku?" katanya.
Selain itu, dia menambahkan, dugaan sikap abai yang dilakukan hakim dalam sidang gugatan PT KBN kepada PT KCN berpotensi melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Menurut dia, hakim harus menjaga prinsip profesionalitas dalam mengedepankan fakta dan bukti yang dihadirkan dalam persidangan.
Baca Juga: KPK Jangan Ragu Periksa Dirut KBN
"Karena pada proses persidangan antara PT KBN dan PT KCN, baik Pengadilan Negeri Jakarta Utara maupun Pengadilan Tingggi DKI Jakarta, diduga mengesampingkan temuan fakta dan bukti di wilayah objek sengketa," tambah dia.
Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo mememinta KY tidak mengabaikan laporan SPH dalam kasus putusan majelis Hakim PN Jakarta Utara dan PT DKI Jakarta tersebut.
Menurutnya, harus ada tindakan tegas dari KY atas perilaku hakim yang nakal. Selain itu, diperlukan evaluasi terkait dengan tata kelola peradilan, misalnya tentang prosedur penanganan perkara para pihak dan interaksi dengan para aparat pengadilan.
"Hal itu perlu dilakukan mengingat banyak hakim yang terjerat kasus suap. Saat ini sudah ada puluhan hakim yang terkena OTT KPK karena kasus korupsi," tukasnya.
Catat, Ini Minuman yang Bisa Merusak Organ Hati2025-06-03 17:48
7 Makanan yang Tak Boleh Dikonsumsi Sebelum Naik Pesawat2025-06-03 17:41
MenkopUKM Andalkan Model Bisnis Agregasi bagi Sektor Wastra dan Kriya2025-06-03 17:34
Kondisi IHSG pada Awal Perdagangan Pekan Ini, Terapresiasi atau Terkoreksi?2025-06-03 17:01
Pemerintah Tambah PLTU 6,3 GW hingga 2034, 3,2 GW Beroperasi Tahun Ini2025-06-03 16:50
Minta Pendapat soal Mubahalah, Tim Kuasa Hukum Gus Nur Malah Dicuekin MUI2025-06-03 16:37
PAM Jaya Bangun IPA Pesanggrahan Senilai Rp 200 M, Bisa Layani 10 Kelurahan Di Jaksel2025-06-03 16:37
Wamenkumham: Sosialisasi dan Partisipasi Publik Jadi Prioritas dalam Pembahasan RKUHP2025-06-03 16:30
3. OJK Tancap Gas Perkuat Keuangan Syariah Lewat Pemisahan UUS, 41 Perusahaan Antre Spin2025-06-03 15:55
Pecalang Bali Bubarkan Pedemo yang Ngaku Kader PKB di Area Muktamar Bali2025-06-03 15:44
Soal Pembebasan Ba'asyir, Ini Penjelasan Mahfud MD2025-06-03 17:52
Mulai Hari Ini, Razia Uji Emisi Di DKI Digelar Sepekan Sekali, Sepeda Motor Bisa Didenda Rp 250 Ribu2025-06-03 17:47
Razia Uji Emisi, Petugas Sasar Kendaraan Di Atas 3 Tahun2025-06-03 17:31
Pos Indonesia dan ULBI Fasilitasi Beasiswa dan Ikatan Dinas untuk Mahasiswa2025-06-03 16:51
Cerita Kepala BNPT soal Ada Pejabat yang Terpapar Radikalisme2025-06-03 16:42
Ditanya Megawati ‘Mau Nurut Gak’ Jika Diusung PDIP di Pilkada Jakarta, Ini Jawaban Anies2025-06-03 16:27
Cacar Monyet di Jakarta Barat Tembus 10 Kasus; Sembuh Satu, Tambah Satu2025-06-03 16:26
Rincian Rekayasa Lalin Saat Konser Coldplay Di GBK, Berlaku Jam 2 Siang Hingga Pukul 24.00 WIB2025-06-03 16:24
Waduh! Ketua KONI Dipanggil KPK2025-06-03 16:13
Trump Kembali Tuntut Powell: The Fed Harus Potong Suku Bunga Lebih Cepat2025-06-03 16:11