Setelah Cetak Rekor Rp1,82 Miliar, Bitcoin Diprediksi Bakal Tergelincir!
Menjelang Juni 2025, Bitcoin (BTC) berada di titik kritis setelah mencetak rekor harga tertinggi sepanjang masa (all-time high/ATH) di kisaran US$112.000 (sekitar Rp1,82 miliar). Namun, dalam beberapa hari terakhir, BTC mengalami tekanan koreksi sekitar 2%, dan diperdagangkan di kisaran US$107.000–US$108.000 (Rp1,74 miliar–Rp1,75 miliar).
Menurut Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, koreksi ini dipicu oleh kombinasi aksi ambil untung, distribusi dari penambang, resistensi teknikal yang kuat, dan sentimen makro yang hati-hati. Meski begitu, permintaan institusional yang tetap tinggi memberi bantalan optimisme pasar.
“RSI 14-hari di 65,44 menunjukkan momentum netral. BTC masih berpeluang lanjut reli jika support US$107.000 bertahan,” ujar Fyqieh.
Baca Juga: AS-China Kembali Panas, Harga Bitcoin Turun ke US$103.900
Data on-chainmencatat penurunan jumlah dompet ‘whale’ (1.000–10.000 BTC) dari 2.021 pada 25 Mei menjadi 2.003 dua hari kemudian—menandakan profit-taking yang bisa meningkatkan volatilitas jangka pendek.
Fyqieh menilai Bitcoin tengah berada di zona konsolidasi yang krusial. Jika support US$104.670 tembus, koreksi lebih dalam bisa terjadi. Namun secara struktur, tren jangka menengah masih positif dengan potensi pengujian ulang ke US$110.700–US$112.000.
Dukungan publik dari Wakil Presiden AS JD Vance memperkuat sentimen positif pasar. Dalam pidatonya di Bitcoin Conference 2025di Las Vegas (28/5), Vance menyebut Bitcoin sebagai “lindung nilai terhadap inflasi, kontrol pusat, dan diskriminasi politik,” sekaligus mengakui kepemilikan pribadi atas BTC.
Baca Juga: Meski Dapat Endorse Wakilnya Trump, Harga Bitcoin Terkoreksi ke US$107.000
Pernyataan ini muncul bersamaan dengan risalah rapat The Fed bulan Mei yang mengungkap kekhawatiran atas inflasi tinggi dan proyeksi pengangguran di atas 4,6%. Risiko stagflasi pun membayangi, mendorong narasi Bitcoin sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian moneter.
Pasar kini menghadapi periode rawan, dengan investor mengurangi eksposur risiko dan volatilitas meningkat. Pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 17–18 Juni menjadi perhatian utama, terutama terkait arah suku bunga.
“Juni sering jadi bulan rawan. Kombinasi ketidakpastian makro dan strategi arbitrase institusi bisa memicu koreksi tajam,” kata Fyqieh. Ia menyarankan investor memperkuat manajemen risiko dan disiplin posisi dalam menghadapi ketidakpastian pasar.
(责任编辑:百科)
- Aturan Terbaru Liburan ke Thailand Mulai 1 Mei
- Sawah Dijadikan TPU COVID, Petani Rorotan Protes ke Anies: 'Yang Hidup ini Lebih Penting'
- 服装设计留学要准备什么?
- 日本艺术类留学好不好,这些优势你知道吗?
- 5 Paspor Termahal di Dunia, Australia Tertinggi dengan Rp4,2 Juta
- 国外艺术留学作品集该怎么准备?
- 日本大学摄影专业,这些你都了解吗?
- 日本艺术生留学如何规划申请时间?
- OPEC+ Diprediksi Bakal Naikkan Produksi Minyak Lagi di Agustus
- 日本艺术类院校留学条件有哪些?
- Bertemu Hampir 5 Jam, Ini Isi Pembicaraan Surya Paloh dan Prabowo Subianto
- Hukum Akikah Bersamaan dengan Qurban, Bolehkah dalam Islam?
- Dikritik Sana
- 艺术生留学日本条件需要满足哪些?
- OJK Akui Pasar Karbon Indonesia Kini Didominasi Domestik, Tapi Siap Go Global
- 日本艺术类留学好不好,这些优势你知道吗?
- BRI Umumkan Journalism 2025, Wujud Dukungan untuk Tingkatkan Kualitas Pers
- Apa Penyebab Perempuan Lebih Sering Migrain daripada Laki
- Mayapada Hospital Nusantara & BPJS Ketenagakerjaan Siap Jaga K3 di IKN
- Emiten Migas Grup Bakrie (ENRG) Bakal Private Placement 2,48 Miliar Saham, Dananya Buat Ini