Setop, Jangan 'Kuliti' Privasi Korban Femisida
Masih teringat dalam benak kasus pembunuhanwanita dalam koper beberapa waktu lalu. Kasus itu menjadi salah satu tanda bahwa femisida masih menjadi ancaman di tengah masyarakat.
Komnas Perempuan mencatat, angka femisida di Indonesia masih terus mengkhawatirkan. Pada tahun 2020, tercatat ada 95 kasus femisida. Angka itu meningkat pada 2021 dengan 237 kasus dan 307 kasus pada 2022.
Data teranyar mencatat sebanyak 159 kasus femisida pada tahun 2023.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pilihan Redaksi
|
Sayangnya, baik korban maupun keluarga korban femisida belum mendapatkan perlindungan yang maksimal. Tak perlu jauh-jauh menyasar perlindungan di ranah hukum, di media sosial sekali pun, sering kali privasi korban dan keluarga terancam.
Tak sedikit warganet yang merespons kasus-kasus femisida dengan cara yang salah. Alih-alih menghormati privasi, warganet justru menguliti kehidupan korban dan kadang beserta keluarganya.
"Hal ini cukup mengkhawatirkan karena isu ini merupakan isu sensitif," ujar Davies.
Ia berharap agar masyarakat sadar akan pentingnya melindungi privasi korban di media sosial.
"Media sosial dapat membantu perlahan mematahkan stigma-stigma dan domestikasi yang terjadi. Jadi, korban itu harus dilindungi, termasuk di media sosial," ujarnya.
Davies tak menampik bahwa kehadiran media sosial juga memegang peranan penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman femisida. Media sosial, lanjut dia, bisa menjadi medium untuk menghapus stigma-stigma negatif terhadap korban.
Stigma-stigma negatif ini pula yang membuat kasus femisida sering sulit terdeteksi.
"Stigma-stigma yang masih menempel hingga saat ini menjadi faktor juga kenapa kasus-kasus femisida jarang dilaporkan dan dicatat oleh pemerintah," ujar Davies.
Davies mengajak masyarakat agar lebih bijak merespons kasus femisida, utamanya di media sosial. Caranya adalah dengan tidak perlu menguliti privasi korban hingga mengulik data pribadi.
Alih-alih fokus dan penasaran dengan korban, lebih baik cari tahu lebih banyak terkait kondisi femisida di Indonesia.
"Kita bisa lebih kritis untuk menerima berita dengan memilah mana yang baik untuk kita. Cari tahu lebih terkait fenomena femisida di Indonesia," ujarnya.
(pli/asr)(责任编辑:知识)
- ·日本武藏野美术大学中国留学生多吗?
- ·Apa Benar Tidur di Ubin Tanpa Alas Bisa Picu Paru
- ·OJK Sumut Tindaklanjuti 592 Pengaduan Konsumen
- ·Intip Cara PLN IP Capai RUPTL 10 Tahun Kedepan
- ·美国伊斯曼音乐学院学费多少?
- ·Ini 5 Minuman Penetral Setelah Makan Daging, Pencernaan Lancar
- ·TPN Ganjar
- ·TBS Energi Bukukan EBITDA USD 15,8 Juta di Kuartal I
- ·Micellar Water, Cleansing Oil, Cleansing Balm, Mana yang Paling Oke?
- ·Indonesia Dapat Sorotan Dunia dalam Transformasi Maritim Global
- ·Jelang Arus Mudik Lebaran 2023, Polri Terjunkan 148.211 untuk Operasi Ketupat
- ·'Saya Seorang Vitiligan dan Vitiligo Adalah Keajaiban'
- ·'Jiwa Ketok', Kala Lukisan S. Sudjojono Menjelma Kemeja dan Kebaya
- ·Danantara dan INA Gandeng Eramet, Indonesia Siap Jadi Hub Baterai EV Global
- ·Ada Potensi Monopoli, Google hingga Facebook Jadi Sasaran Kebijakan Pajak Baru di Jerman
- ·Embun Es Kembali Selimuti Dieng, Suhu Capai Minus 1,3 Derajat Celcius
- ·Hasil Pilpres 2024 Dinilai Ada Kecurangan, THN AMIN Ingin Pemungutan Suara Diulang
- ·Laba Bersih Carsurin Diproyeksi Naik 70%, Margin Membaik di Tengah Investasi
- ·Asing Net Buy Rp1,37 Triliun saat IHSG Lesu, BBRI Paling Dilirik
- ·Viral Tren Cek Khodam di Media Sosial, Apa Itu?