Tagar #SaveRajaAmpat Viral Karena Ancaman Tambang, Bahlil: Kami Akan Panggil Pemilik Usaha
时间:2025-06-06 02:39:22 出处:探索阅读(143)
Tagar #SaveRajaAmpat menjadi viral di berbagai platform media sosial sebagai bentuk protes publik terhadap ekspansi kegiatan hilirisasi tambang nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wilayah yang dikenal sebagai surga biodiversitas laut dunia itu kini menghadapi ancaman serius dari aktivitas pertambangan.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa Papua merupakan daerah dengan status otonomi khusus, sehingga kebijakan pertambangan di wilayah tersebut harus memperhatikan kekhususan tersebut.
“Saya akan panggil pemilik usaha, baik BUMN maupun swasta. Kita memang harus menghargai, karena di Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus,” ujar Bahlil dalam Human Capital Summit di Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Baca Juga: Longsor Tewaskan 19 Orang, Bahlil Ancam Tarik Kewenangan Tambang ke Pusat
Bahlil mengakui adanya aspirasi sebagian masyarakat yang mendukung pembangunan smelter di Papua, termasuk di Raja Ampat. Namun, ia juga menegaskan bahwa kekhawatiran publik terhadap dampak lingkungan akan menjadi perhatian pemerintah.
"Ini mungkin aja, saya melihat, ada kearifan-kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik. Kita akan sesuaikan dengan AMDAL,” imbuhnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Daya Julian Kelly Kambu, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat dua perusahaan yang telah menjalankan aktivitas tambang nikel di Raja Ampat, yaitu PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining. Keduanya telah mengantongi izin sejak wilayah tersebut masih berada dalam administrasi Provinsi Papua Barat.
Ia juga menyebutkan bahwa sejumlah perusahaan lain telah mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) sebelum terbentuknya Provinsi Papua Barat Daya.
Baca Juga: Disebut Tanpa Proses PPKH, LSM Tipikor Maluku Utara Bongkar Dugaan Praktik Pertambangan Ilegal di Halmahera Timur
Namun, aktivitas pertambangan ini menuai penolakan dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan komunitas adat. Mereka menilai keberadaan tambang di pulau-pulau kecil sangat berisiko terhadap ekosistem pesisir dan bertentangan dengan semangat pelestarian lingkungan.
Greenpeace Indonesia dalam laporannya menyebutkan bahwa lebih dari 500 hektare hutan telah dibuka di tiga pulau kecil—Gag, Kawe, dan Manuran—yang seharusnya dilindungi berdasarkan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Aktivitas tambang juga menyebabkan limpasan tanah yang berpotensi menimbulkan sedimentasi di laut, mengancam terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut. Pulau-pulau lain seperti Batang Pele dan Manyaifun, yang berada sekitar 30 km dari Piaynemo, destinasi wisata utama Raja Ampat, turut terancam dampaknya.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik, masyarakat menyerukan transparansi, audit lingkungan, dan penguatan perlindungan ekosistem pesisir demi menjag
上一篇: PLN Siagakan 43.493 Personel dan 17.633 Posko Jaga Pasokan Listrik Selama Iduladha 1446 H
下一篇: Dianggap Menghambat Penyidikan Jadi Alasan Siskaeee Ditahan
猜你喜欢
- Kisah Wanita Selamat dari Kecelakaan Pesawat Usai Jatuh 5 Ribu Meter
- ECB Soroti Inflasi Eropa, Akan Pangkas Suku Bunga di April 2025?
- 英国艺术设计专业留学介绍
- Viral Pup di Hanteo Music Awards, Ini 7 Makanan yang Merangsang BAB
- Dokter Tegaskan Ulekan Batu Tak Picu Batu Ginjal
- Centra Initiative Sebut Penanganan Kasus Agus Buntung Inklusif dan Partisipatif
- Ditekan Trump, China Dorong Perusahaan Teknologinya Melantai di Bursa Global
- Zulkifli Hasan Gugat ke MK, Cium Aroma Kecurangan?
- FOTO: Ramai